Tema : Revolusi mental lewat Pendidikan
Nama : Nanang Ardhyansa
Tempat tanggal lahir : Grobogan 03-10-1996
Sistem
Pendidikan Menjadikan Siswa “Haus” Kesuksesan
Saya
akan mengutip dari cerita film yang ditulis dan disutradarai oleh shin su-won,
seorang mantan guru sekolah menengah atas, dan film tersebut berjudul “Pluto”.
Pluto dijadikan sebagai lambang untuk menggambarkan dunia sekolah menengah yang
kejam dan beracun di Korea Selatan. Sebuah sekolah elite yang menjadikan
kesuksesan sebagai parameter, sebuah patokan yang tidak adil. Peringkat yang
ditayangkan setelah ujian membuat iri siswa lain. Sebuah sitem yang menjerat
siswa melakukan apapun untuk menyingkirkan saingan, menghalalkan semua cara
untuk mengungguli lawannya. Sebuah sistem yang menghargai siswa terbaik dan
mengacuhkan siswa yang lain, yang teracuhkan menghilang seperti planet Pluto
yang sudah terhapus dari bagian Planet kesembilan.
Harus bisa masuk didalam Universitas ternama,
dengan adanya doktrin seperti itu dari sekolah maka banyak siswa yang
menghalalkan semua cara demi mendapatkan hasil yang memuaskan seperti
mencontek,memanipulasi ijazah dan lain sebagainya.
Sistem
pendidikan yang seharusnya berfungsi sebagai sistem yang mampu mengajarkan
siswanya berfikir lebih rasional, justru menyesatkan siswanya dalam persaingan
yang tak seharusnya ada di lembaga pendidikan. Sebuah persaingan memang bagus
ditanamkan sebagai pembangkit motivasi untuk belajar namun ketika persaingan
itu sudah tidak berfungsi dengan semestinya, merupakan suatu kewajiban sekolah
untuk memperbaikinya. Sekolah, hendaknya tidak mendidik siswa untuk mencapai
suatu tujuan yang ambisius, tetapi sekolah mengajarkan bagaimana siswa
berperilaku yang baik. Mengubah pandangan siswa tentang kesuksesan hanya dpat
dicapai bahwa jika dia masuk universitas terbaik.
Dan bagaimana sistem pendidikan di
Indonesia saat ini ?
Sistem
pendidikan di Indonesia tentu berbeda dengan sistem pendidikan di negara lain.
Di Indonesia siswa dipaksa untuk fokus diberbagai bidang yang ada, sedangkan di
luar negeri siswanya diberikan wadah untuk fokus mengembangkan satu bakat
secara lebih mendalam, sehingga siswanyapun memiliki kemampuan yang bagus di
setiap bidang yanng ditekuni. Sejatinya sistem pendidikan di Indonesia
mengalami disorientasi atau kehilangan arah. Sistem pendidikan nasional yang
tujuannya mencerdaskan kehidun bangsa justru membodohi bangsa sendiri. Hal
tersebut disebabkan olh sistem pendidikan yang diterapkan di Indonesia seperti
adanya Ujian Nasional (UN) yang seolah “membunuh” kreativitas siswanya.
Seharusnya
sistem pendidikan di Indonesia mengembangkan kemampuan siswanya dalam kecakapan
berfikir kritis dan kecakapan berfikir ilmiah. Namun, pada kenyataannya siswa
tidak diberikan kesempatan untuk mengembangkan pola pikir yang merek miliki, mereka
dipaksa untuk menghadapi satu titik yang menakutkan dalam sejarah sistem
pendidikan yaitu UN. Standarisasi evaluasi pendidikan melalui UN justru
berujung pada kekacauan sitem pendidikan itu sendiri.
Dampaknya,
membuat siswa stres karena kecemasan tidak lulus. Kecemasan tersebut membuat
siswa berfikir alternatif lain untuk menghadapi UN, seperti membeli kunci
jawaban. Bahkan banyak guru di sekolah yang membocorkan kunci jawaban dengan
alasan menjaga eksistensi sekolah, merasa kasihan kepada siswa yang di
khawatirkan tidak lulus. Hal itu memicu pertnyaan besar untuk apa pendidikan
yang ditempuh selama 3 tahun ? kurun waktu yang panjang tersebut dihabiskan
dengan mengerjakan tugas dan belajar, dan dipatahkan hanya dengan waktu tiga
hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar