Kamis, 10 September 2015

sistem pendidikan

Tema : Revolusi mental lewat Pendidikan
Nama : Nanang Ardhyansa
Tempat tanggal lahir : Grobogan 03-10-1996
Sistem Pendidikan Menjadikan Siswa “Haus” Kesuksesan
Saya akan mengutip dari cerita film yang ditulis dan disutradarai oleh shin su-won, seorang mantan guru sekolah menengah atas, dan film tersebut berjudul “Pluto”. Pluto dijadikan sebagai lambang untuk menggambarkan dunia sekolah menengah yang kejam dan beracun di Korea Selatan. Sebuah sekolah elite yang menjadikan kesuksesan sebagai parameter, sebuah patokan yang tidak adil. Peringkat yang ditayangkan setelah ujian membuat iri siswa lain. Sebuah sitem yang menjerat siswa melakukan apapun untuk menyingkirkan saingan, menghalalkan semua cara untuk mengungguli lawannya. Sebuah sistem yang menghargai siswa terbaik dan mengacuhkan siswa yang lain, yang teracuhkan menghilang seperti planet Pluto yang sudah terhapus dari bagian Planet kesembilan.
 Harus bisa masuk didalam Universitas ternama, dengan adanya doktrin seperti itu dari sekolah maka banyak siswa yang menghalalkan semua cara demi mendapatkan hasil yang memuaskan seperti mencontek,memanipulasi ijazah dan lain sebagainya.
Sistem pendidikan yang seharusnya berfungsi sebagai sistem yang mampu mengajarkan siswanya berfikir lebih rasional, justru menyesatkan siswanya dalam persaingan yang tak seharusnya ada di lembaga pendidikan. Sebuah persaingan memang bagus ditanamkan sebagai pembangkit motivasi untuk belajar namun ketika persaingan itu sudah tidak berfungsi dengan semestinya, merupakan suatu kewajiban sekolah untuk memperbaikinya. Sekolah, hendaknya tidak mendidik siswa untuk mencapai suatu tujuan yang ambisius, tetapi sekolah mengajarkan bagaimana siswa berperilaku yang baik. Mengubah pandangan siswa tentang kesuksesan hanya dpat dicapai bahwa jika dia masuk universitas terbaik.
Dan bagaimana sistem pendidikan di Indonesia saat ini ?
Sistem pendidikan di Indonesia tentu berbeda dengan sistem pendidikan di negara lain. Di Indonesia siswa dipaksa untuk fokus diberbagai bidang yang ada, sedangkan di luar negeri siswanya diberikan wadah untuk fokus mengembangkan satu bakat secara lebih mendalam, sehingga siswanyapun memiliki kemampuan yang bagus di setiap bidang yanng ditekuni. Sejatinya sistem pendidikan di Indonesia mengalami disorientasi atau kehilangan arah. Sistem pendidikan nasional yang tujuannya mencerdaskan kehidun bangsa justru membodohi bangsa sendiri. Hal tersebut disebabkan olh sistem pendidikan yang diterapkan di Indonesia seperti adanya Ujian Nasional (UN) yang seolah “membunuh” kreativitas siswanya.
Seharusnya sistem pendidikan di Indonesia mengembangkan kemampuan siswanya dalam kecakapan berfikir kritis dan kecakapan berfikir ilmiah. Namun, pada kenyataannya siswa tidak diberikan kesempatan untuk mengembangkan pola pikir yang merek miliki, mereka dipaksa untuk menghadapi satu titik yang menakutkan dalam sejarah sistem pendidikan yaitu UN. Standarisasi evaluasi pendidikan melalui UN justru berujung pada kekacauan sitem pendidikan itu sendiri.

Dampaknya, membuat siswa stres karena kecemasan tidak lulus. Kecemasan tersebut membuat siswa berfikir alternatif lain untuk menghadapi UN, seperti membeli kunci jawaban. Bahkan banyak guru di sekolah yang membocorkan kunci jawaban dengan alasan menjaga eksistensi sekolah, merasa kasihan kepada siswa yang di khawatirkan tidak lulus. Hal itu memicu pertnyaan besar untuk apa pendidikan yang ditempuh selama 3 tahun ? kurun waktu yang panjang tersebut dihabiskan dengan mengerjakan tugas dan belajar, dan dipatahkan hanya dengan waktu tiga hari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar