Senin, 27 April 2015

Cara penyelesaian di daerah saya tentang masalah Hukum dalam masalah tindak Pidana, Warisan, dan Perkawinan di Purwodadi

NAMA = Nanang ardhyansa
KELAS  = F
NO mahasiswa = 14410258
 Mahasiswa Universitas Islam Indonesia
Fakultas Hukum

Cara penyelesaian di daerah saya tentang masalah Hukum dalam masalah tindak Pidana, Warisan, dan Perkawinan
Sebelum saya memaparkan bagaimana cara penyelesaian dalam masalah tindak pidana, warisan, dan perkawinan harus di ketahui terlebih dahulu daerah asal saya karena itu bisa mempengarui bagaimana cara penyelesaian suatu masalah di karenakan di setiap daerah pasti akan memiliki cara masing-masing yang sangat beragam cara penyelesaiannya, karena bisa di ketahui indonesia di kenal dengan pluralismenya yang memiliki adat-adat yang sangat beragam, dan perkenalkan saya berasal dari Purwodadi Jawa Tengah.

PIDANA
Masalah penyelesaian yang menyangkut tindak pidana, kalau di daerah saya apabila ada yang melakukan tindak pidana misalnya pencurian, apabila pencuri tersebut tertangkap basah oleh para warga maka biyasanya warga akan menghakiminya sendiri dimana mereka menangkap si pencuri tersebut dan biyasanya habis itu mereka akan membawanya ke kelurahan untuk ditindak lebih lanjut disana, dan biyasanya setelah itu akan memanggil polisi atau penegak hukum yang lainnya untuk membawanya kekantor polisi untuk melanjutkan penyelidikan atau pemberian hukuman kepada si pencuri tersebut.
Itulah cara menindak atau cara penyelesaian di daerah saya dalam menyelesaikan sebuah tindak pidana memang terkesan sangat jelek karena dalam menyelesaikan masalahnya masih adanya main hakim sendiri yang di lakukan oleh para warga, tapi semua tindakan itu tidak akan lepas dari yang namanya pendidikan di daerah saya yang masih sangatlah minim.
Memang sangatlah berbeda jauh cara penyelesaian tindak pidana apabila kita mengambil contoh cara penyelesaian yang ada di daerah Papua di sana mereka menyelesaikan masalahnya dengan cara bakar batu yang dimana  diatasnya di taruh Babi hutan untuk di panggang habis itu mereka memakannya bersama-sama karena itu sebagai simbol Perdamaian antara kedua belah suku yang sedang berselisih dan lain sebagainnya, itu sangatlah berbeda apabila dibandingkan dengan daerah saya yang cara penyelesaiannya melibatkan penegak hukum Negara misalnya Polisi, Pengadilan Negeri ( Hakim ) dan lain-lain.

WARIS
Kalau masalah waris kita harus mengetahui terlebih dahulu sistem apa yang digunakan di suatu daerah tersebut kalau kita belajar Antropologi Hukum indonesia terkenal dengan 3 sistem hukum atau biasa di sebut dengan sistem kekerabatan yaitu Matrilineal biasa digunakan oleh orang Minang, Patrilineal biasa digunakan oleh orang Batak, dan Parental biasa digunakan oleh orang Jawa. Di karenakan daerah saya adalah termasuk Jawa lebih tepatnya adalah Purwodadi Jawa tengah maka saya akan menceritakan bagaimana cara pembagian warisan yang menggunakan sistem Parental.
Biasanya kalau di daerah saya yang mengenal sistem parental keluarga yang bersangkutan biasanya akan mengumpulkan semua anggota keluarga untuk membagi harta ataupun benda peninggalan yang ditinggalkan oleh pewaris dan semua itu dilakukan ketika pewaris masih hidup, dengan itu apabila pewaris sudah meninggal dunia sudah selesai yang namanya pembagian waris atau harta benda yang di tinggalkan oleh pewaris, kalau masalah jumlah biasanya di daerah saya masih menggunakan sistem hukum islam yaitu biasanya laki-laki akan mendapatkan warisan lebih banyak dari pada perempuan biasanya perbandingannya 2 : 1

PERKAWINAN
Kalau masalah perkawinan di daerah saya biasanya itu tidak mengenal namanya perkawinan yang mewajibkan dari luar marga atau daerah atau biasa disebut dengan perkawinan Eksogami, karena itu biasanya dilakukan oleh orang-orang yang berada di daerah batak atau sekitarnya, kalau di daerah saya di bebaskan mau menikah dari dalam daerah maupun luar daerah dan kalau masalah proses perkawinannya biasanya laki-laki membawa Pak Tukon ( Sasrahan laki-laki ) yang biasanya terdiri dari makanan, alat-alat kecantikan pakaian dan lain sebagainya dan semua itu akan di berikan ke pihak perempuan sebagai tanda akan diambilnya hak milik perempuan yang segera akan di miliki oleh laki-laki, dan mereka ( suami istri ) akan memiliki kewajiban merawat atau mengurus 4 orang tua yaitu orang tua dari pihak laki-laki ataupun perempuan.



Indonesia Negara federal atau kesatuan

OLEH = Nanang ardhyansa
NO      = 14410258
Mahasiswa Universitas islam indonesia
Fakultas Hukum

       Masalah atau mengenai Pasal UU 10 Pemda, apakah Indonesia  itu negara federal atau kesatuan dimana yang seharusnya format bentuk negara kita adalah kesatuan berdasarkan ketentuan pasal 18, pasal 18A dan pasal 18B UUD 1945 itu, pertama dimungkinkan dilakukan pengaturan-pengaturan yang bersifat federal dalam hubungannya antara pemerintah pusat dan pemrintah daerah, dan dari situlah dimungkinkannya adanya kebijakan otonomi yang bersifat pluralis maksutnya disetiap daerah dapat diterapkan otonomi yang berbeda-beda, dengan keberagaman itulah bisa kita ambil contoh misalnya Provinsi Nangrou Aceh Darussalam dan Provinsi Papua yang dimana keduanya memiliki sistem kelembagaan pemerintah yang berbeda.
            Pasal 18 ayat 1 UUD 1945 berbunyi ; ‘’Negara Kesatuan Republik Indonesia di bagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap propinsi, kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintah daerah, yang diatur dengan undang-undang”
            Istilah “dibagi atas”  (bukan terdiri atas) dalam ketentuan Pasal 18 ayat 1 bukanlah istilah yang digunakan secara kebetulan dan istilah itu langsung menjelaskan bahwa Negara kita adalah berbentuk kesatuan dimana kedaulatan Negara berada di tangan pusat, berbeda dengan istilah “terdiri atas” yang lebih menunjukan subtansi federalisme karena itu menunjukkan letak kedaulatan berada di negara-negara bagian.
            Dan menurut saya dimana tekad untuk mempertahankan negara kesatuan yang disepakati oleh anggota MPR RI dalam melakukan perubahan UUD 1945 dan dalam kenyataannya belum di taati, dengan adanya bukti adanya pemberian otonomi seluas-luasnya kedaerah dengan itu bisa disebut lebih memperkuat yang namanya peraturan yang bersifat Federalistis dengan itulah apabila kekuasaan asal atau sisa ( residual power ) justru seoalah-olah berada di pemerintah daerah, prinsip itulah yang dikenal dengan lingkungan Negara-Negara Federal.